Super Kawaii Cute Cat Kaoani

Friday, January 25, 2019

Bab 3 : MEMPERTAHANKAN KEJUJURAN SEBAGAI CERMIN KEHIDUPAN

Bab 3 : MEMPERTAHANKAN KEJUJURAN SEBAGAI CERMIN KEHIDUPAN


1. Pengertian Jujur

Apa itu jujur? Kalian pasti sering mendengar kata Jujur. Dalam bahasa arab, kata jujur semakna dengan “as-sidqu” atau ”siddiq” yang berarti benar, nyata, atau berkata benar. Lawan kata ini adalah dusta, atau dalam bahasa arabnya adalah “Al-Kazibu”. Secara istilah, jujur atau as-sidqu bermakna: (1)Kesesuaian antara ucapan dan perbuatan; (2)Kesesuaian antara informasi dan kenyataan; (3)Ketegasan dan kemantapan hati; dan (4)Sesuatu yang baik yang tidak dicampuri kedustaan.

2. Pembagian Sifat Jujur

Imam Al-Gazali membagi sifat jujur atau benar (siddiq) sebagai berikut.
Jujur dalam niat atau berkehendak, yaitu tiada dorongan bagi seseorang dalam segala tindakan dan gerakannya selain dorongan karena Allah Swt.
Jujur dalam perkataan (lisan), yaitu sesuainya berita yang diterima dengan yang disampaikan. Setiap orang harus dapat memelihara perkataannya. Ia tidak berkata kecuali dengan jujur. Barangsiapa yang menjaga lidahnya dengan cara selalu menyampaikan berita yang sesuai dengan fakta yang sebenernya, ia termasuk jujur jenis ini. Menepati janji termasuk jujur jenis ini.
Jujur dalam perbuatan/amaliah, yaitu beramal dengan sungguh sehingga perbuatan zahirnya tidak menunjukkan sesuatu yang ada dalam batinnya dan menjadi tabiat  bagi dirinya.

Kejujuran merupakan fondasi atas tegaknya suatu nilai-nilai kebenaran karena jujur identik dengan kebenaran Allah Swt. Berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah Swt. Dan ucapkanlah perkataan yang benar.” (Q.S. al-Ahzab/33:70)

Ayat-ayat Al-Quran dan Hadis tentang Perintah Berlaku Jujur

Q.S. al-Maidah/5:8

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“wahai prang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena allah (ketika) menjadi saksi dengan adil.Dan janganlah kebencian mu terhadap satu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.Berlaku adillah.karena (adil) itu lerbih dekat kepada takwa.Dan bertakwalah kepada allah,sungguh,allah maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan “


Q.S. at-Taubah/9:119

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
 “wahai orang orang yang beriman! Bertakwalah kepada allah swt.,dan bersamalah kamu dengan orang orang yang benar.”


Hadits dari Abdullah bin Mas’ud ra.Diriwayatkan dari Abdullah Bin Mas’ud ra.,rasulullah saw bersabda,”hendaklah kalu berlaku jujur karena kejujuran menuntunmu pada kebenaran, dan kebenaran menuntunmu ke surge.dan senantiasa seorang berlaku jujur dan selalu jujur sehingga dia tercatat di sisi allah swt.sebagai orang jujur.dan hindarilah olehmu berlaku dusta karena kedustaan menuntunmu pada kejahatan,dan kejahatan menuntunmu ke neraka.dan seseorang senantiasa berlaku dusta dan selalu dusta sehingga dia tercatat di sisi allah swt.sebagai pendusta.”(H.R. Muslim)

Thursday, January 24, 2019

BAB 2 : BERBUSANA MUSLIM DAN MUSLIMAH

BAB 2 : BERBUSANA MUSLIM DAN MUSLIMAH

Image result for gambar pakaian muslim dan muslimah  Image result for gambar pakaian muslim dan muslimah  Image result for gambar pakaian muslim dan muslimah


A. Memahami Makna Busana Muslim/Muslimah dan Menutup Aurat 1. Makna Aurat
Menurut bahasa, aurat berati malu, aib, dan buruk. Kata aurat berasal dari kata awira yang artinya hilang perasaan. Jika digunakan untuk mata,berarti hilang cahayanya dan lenyap pandangannya. 

2. Makna Jilbab dan Busana Muslimah 
Secara etimologi, jilbab adalah sebuah pakaian yang longgar untuk menutup seluruh tubuh perempuan kecuali muka dan kedua telapak tangan. Dalam bahasa Arab, jilbab dikenal dengan istilah khimar, dan bahasa Inggris jilbab dikenal dengan istilah veil. Selain kata jilbab untuk menutup bagian dada hingga kepala wanita untuk menutup aurat perempuan, dikenal pula istilah kerudung, Hijab, dan sebagainya.

Perintah menutup aurat sesungguhnya adalah perintah Allah Swt. yang dilakukan secara bertahap. Perintah menutup aurat bagi kaum perempuan pertama kali diperintahkan kepada istri-istri Nabi Muhammad saw. agar tidak berbuat seperti kebanyakan perempuan pada waktu itu .
(Q.S. Al- Ahzāb[33] : Ayat 32)

يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِّنَ النِّسَاءِ ۚ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَّعْرُوفًا

Artinya : " Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik,



(Q.S. Al- Ahzāb[33] : Ayat 33)

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ ۖ وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
Artinya : " Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.

Setelah itu, Allah Swt. memerintahkan kepada istri-istri Nabi saw. agar tidak berhadapan langsung dengan laki-laki bukan mahramnya (Q.S.Al-Ahzāb [33] Ayat :53). Selanjutnya, karena istri-istri Nabi saw. juga perlu keluar rumah untuk mencari kebutuhan rumah tangganya, Allah Swt. memerintahkan mereka untuk menutup aurat apabila hendak keluar rumah (Q.S. al-Ahzāb/33:59).
Dalam ayat ini, Allah Swt. memerintahkan untuk memakai jilbab, bukan hanya kepada istri-istri Nabi Muhammad saw. dan anak-anak perempuannya, tetapi juga kepada istri-istri orang-orang yang beriman. Dengan demikian, menutup aurat atau berbusana muslimah adalah wajib hukumnya bagi seluruh wanita yang beriman.

B. Ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadis tentang Perintah Berbusana Muslim/Muslimah
1. Q.S. Al-Ahzab[33] Ayat : 59

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

Artinya : " Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

2. Q.S. An-Nur[24] Ayat : 31

وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Artinya : "Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
(Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti)

Kandungan Q.S. Al-Ahzāb[33] Ayat :59
Dalam ayat ini, Rasulullah saw. diperintahkan untuk menyampaikan kepada para istrinya dan juga sekalian wanita mukminah termasuk anak-anak perempuan beliau untuk memanjangkan jilbab mereka dengan maksud agar dikenali dan membedakan dengan perempuan nonmukminah. Hikmah lain adalah agar mereka tidak diganggu. Karena dengan mengenakan jilbab, orang lain mengetahui bahwa dia adalah seorang mukminah yang baik.
Pesan al-Qur’ān ini datang menanggapi adanya gangguan kafir Quraisy terhadap para mukminah terutama para istri Nabi Muhammad saw. yang menyamakan mereka dengan budak. Karena pada masa itu, budak tidak mengenakan jilbab. Oleh karena itulah, dalam rangka melindungi kehormatan dan kenyamanan para wanita, ayat ini diturunkan.
Islam begitu melindungi kepentingan perempuan dan memperhatikan kenyamanan mereka dalam bersosialisasi. Banyak kasus terjadi karena seorang individu itu sendiri yang tidak menyambut ajakan al-Qur’ān untuk berjilbab.
Kita pun masih melihat di sekeliling kita, mereka yang mengaku dirinya muslimah, masih tanpa malu mengumbar auratnya. Padahal Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya rasa malu dan keimanan selalu bergandengan kedua-duanya. Jika salah satunya diangkat, maka akan terangkat keduaduanya.”
Hadis Sahih berdasarkan syarah Syeikh Albani dalam kitab Adabul Mufrad)

Kandungan Q.S. An-Nµr[24] Ayat : 31
Dalam ayat ini, Allah Swt. berfirman kepada seluruh hamba-Nya yang mukminah agar menjaga kehor matan diri mereka dengan cara menjaga pandangan, menjaga kemaluan, dan menjaga aurat. Dengan menjaga ketiga hal tersebut, dipastikan kehormatan mukminah akan terjaga. Ayat ini merupakan kelanjutan dari perintah Allah Swt. kepada hamba-Nya yang mukmin untuk menjaga pandangan dan menjaga kema uan. Ayat ini Allah Swt. khususkan untuk hamba-Nya yang beriman, berikut penjelasannya.
Pertama, menjaga pandangan. Pandangan diibaratkan “panah setan” yang siap ditembakkan kepada siapa saja. “Panah setan” ini adalah panah yang jahat yang merusakan dua pihak sekaligus, si pemanah dan yang terkena panah. Rasulullah saw. juga bersabda pada hadis yang lain, “Pandangan
mata itu merupakan anak panah yang beracun yang terlepas dari busur iblis, barangsiapa meninggalkannya karena takut kepada Allah Swt., maka Alla Swt. akan memberinya ganti dengan manisnya iman di dalam hatinya.” (Lafal hadis yang disebutkan tercantum dalam kitab Ad-Da’wa Dawa’ karya Ibnul Qayyim).
Panah yang dimaksud adalah pandangan liar yang tidak menghargai kehormatan diri sendiri dan orang lain. Zina mata adalah pandangan haram. Al-Qurān memerintahkan agar menjaga pandangan ini agar tidak merusak keimanan karena mata adalah jendela hati. Jika matanya banyak melihat
maksiat yang dilarang, hasilnya akan langsung masuk ke hati dan merusak hati. Dalam hal ketidaksengajaan memandang sesuatu yang haram, Rasulullah saw. bersabda kepada Ali ra., “Wahai Ali, janganlah engkau mengikuti pandangan (pertama yang tidak sengaja) dengan pandangan (berikutnya), karena bagi engkau pandangan yang pertama dan tidak boleh bagimu pandangan yang
terakhir (pandangan yang kedua)” (H.R. Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dihasan-kan oleh Syaikh al-Albani).

Kedua, menjaga kemaluan. Orang yang tidak bisa menjaga kemaluannya pasti tidak bisa menjaga pandangannya. Hal ini karena menjaga kemaluan tidak akan bisa dilakukan jika seseorang tidak bisa menjaga pandangannya. Menjaga kemaluan dari zina adalah hal yang sangat penting dalam menjaga
kehormatan. Karena dengan terjerumusnya ke dalam zina, bukan hanya harga dirinya yang rusak, orang terdekat di sekitarnya seperti orang tua, istri/ suami, dan anak akan ikut tercemar. “Dan, orang-orang yang memelihara kemaluannya. Kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang
mereka miliki. Maka sesungguhnya, mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang sebaliknya, mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (Q.S. al-Ma’ārij/70:29-31)
Allah Swt. sangat melaknat orang yang berbuat zina, dan menyamaratakannya dengan orang yang berbuat syirik dan membunuh.
Sungguh, tiga perbuatan dosa besar yang amat sangat dibenci oleh Allah Swt. Firman-Nya: “Dan, janganlah kalian mendekati zina. Sesungguhnya, zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (Q.S. alIsrā’/17:32).
Ketiga, menjaga batasan aurat yang telah dijelaskan dengan rinci dalam hadis-hadis Nabi. Allah Swt. memerintahkan kepada setiap mukminah untuk menutup auratnya kepada mereka yang bukan muhrim, kecuali yang biasa tampak dengan memberikan penjelasan siapa saja boleh melihat. Di antaranya adalah suami, mertua, saudara laki-laki, anaknya, saudara perempuan, anaknya yang laki-laki, hamba sahaya, dan pelayan tua yang tidak ada hasrat terhadap wanita.

Di samping ketiga hal di atas, Allah Swt. menegaskan bahwa walaupun auratnya sudah ditutup namun jika berusaha untuk ditampakkan dengan berbagai cara termasuk dengan menghentakkan kaki supaya gemerincing perhiasannya terdengar, hal itu sama saja dengan membuka aurat. Oleh karena itu, ayat ini ditutup dengan perintah untuk bertaubat karena hanya dengan taubat dari kesalahan yang dilakukan dan berjanji untuk mengubah sikap, kita akan beruntung.
( Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti_ 27)

3. Hadis dari Ummu ‘A¯iyyah


Dari Umu ‘A'iyah, ia berkata, “Rasulullah saw. memerintahkan kami untuk keluar pada Hari Fitri dan Ad'ha, baik gadis yang menginjak akil balig, wanita wanita yang sedang haid, maupun wanita-wanita pingitan. Wanita yang sedang haid tetap meninggalkan śalat, namun mereka dapat menyaksikan  kebai kan dan dakwah kaum Muslim. Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah saw. salah seorang di antara kami ada yang tidak memiliki jilbab?’ Rasulullah saw. menjawab, ‘Hendaklah saudari Nya meminjamkan jilbabnya kepadanya.’”(H.R. Muslim).

a. Kandungan Hadist
Kandungan hadis di atas adalah perintah Allah Swt. kepada para wanita untuk menghadiri prosesi śalat I'´dul Fitri dan I´dul Adha, walaupun dia sedang haid, sedang dipingit, atau tidak memiliki Jilbab. Ba gi yang sedang haid, maka cukup mendengarkan khutbah tanpa perlu melakukan śalat berjama’ah seper ti yang lain. Wanita yang tidak punya jilbab pun bisa meminjamnya dari wanita lain.

Hal ini menunjukkan pentingnya dakwah/khutbah kedua śalat ‘idain. Kandungan hadis yang kedua, ya ng diriwayatkan oleh Ibnu Umar berisi tentang kemurkaan Allah Swt. terhadap orang yang menjulur kan pakaiannya dengan maksud menyombongkan diri.


Berikut ini beberapa perilaku mulia yang harus dilakukan sebagai pengamalan berbusana sesuai sya ri’at Islam, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
1. Sopan-santun dan ramah-tamah

2. Jujur dan amanah

3. Gemar beribadah


4. Gemar menolong sesama

5. Menjalankan amar makruf dan nahi munkar

BAB 1 : AKU SELALU DEKAT DENGAN ALLAH SWT.


A. Memahami Makna al-Asmā’u al-Ĥusnā: al-Karīm, al-Mu’min, al-Wakil, alMatin, al-Jāmi’, al-‘Adl, dan al-Ākhir.) 

1. Pengertian al-Asmā’u al-Ĥusnā 

Al-Asmā’u al-Ĥusnā terdiri atas dua kata, yaitu asmā yang berarti nama-nama, dan ĥusna yang berarti baik atau indah. Jadi, al-Asmā’u al- Ĥusnā dapat diartikan sebagai nama-nama yang baik lagi indah yang hanya dimiliki oleh Allah Swt. sebagai bukti keagungan-Nya. Kata al-Asmā’u al- Ĥusnā diambil dari ayat al-Qur’ān Q.S. Ţāhā/20:8. yang artinya, “Allah Swt. tidak ada Tuhan melainkan Dia. Dia memiliki al-Asmā’u al-Ĥusnā (nama-nama baik).“


2. Dalil tentang al-Asmā’u al-Husnā
a. Firman Allah Swt. dalam Q.S. al-A’rāf/7:180



 



Artinya: “Dan Allah Swt. memiliki asmā’ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan (menyebut) nama-nama-Nya yang baik itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dalam (menyebut) namanama- Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang mereka kerjakan.” (Q.S. al A’rāf/7:180).

B. Memahami makna al-Asmā’u al-Husnā: al-Karim, al-Mu’min, al-Wakil, al- Matin, al-Jāmi’, al-‘Adl, dan al-Ākhir. 

Mari pelajari dan pahami satu-persatu asmā’ul husna tersebut!

1. Al-Karim
Secara bahasa, al-Karim mempunyai arti Yang Mahamulia, Yang Maha Dermawan atau Yang Maha Pemurah. Secara istilah, al-Karim diartikan bahwa Allah Swt. Yang Mahamulia lagi Maha Pemurah yang memberi anugerah atau rezeki kepada semua makhluk-Nya.
Al-Karim dimaknai Maha Pemberi karena Allah Swt. senantiasa memberi, tidak pernah terhenti pemberian-Nya. Manusia tidak boleh berputus asa dari kedermawanan Allah Swt.
Al-Karim juga dimaknai Yang Maha Pemberi Maaf karena Allah Swt. memaafkan dosa para hamba yang lalai dalam menunaikan kewajiban kepada Allah Swt., kemudian hamba itu mau bertaubat kepada Allah Swt.
Penerapan prilaku mulia sebagai bentuk keimanan kita terhadap al—asma’ul husna al-karim yakni:
1. Menjadi orang yang dermawan
Sifat dermawan adalah sifat Allah Swt. al-Karim (Maha Pemurah) sehingga sebagai wujud keimanan tersebut, kita harus menjadi orang yang pandai membagi kebahagiaan kepada orang lain baik dalam bentuk harta atau bukan. Wujud kedermawanan tersebut misalnya seperti berikut.
a. Selalu menyisihkan uang jajan untuk kotak amal setiap hari Jum’at yang diedarkan oleh petugas Rohis.
b. Membantu teman yang sedang dalam kesulitan.
c. Menjamu tamu yang datang ke rumah sesuai dengan kemampuan.

2. Al-Mu’min
Al-Mu’min secara bahasa berasal dari kata amina yang berarti pembenaran, ketenangan hati, dan aman. Allah Swt. al-Mu’m³n artinya Dia Maha Pemberi rasa aman kepada semua makhluk-Nya.
Mengamalkan dan meneladani al-Asmā’u al-husnā al-Mu’min, artinya bahwa seorang yang beriman harus menjadikan orang yang ada di sekelilingnya aman dari gangguan lidah dan tangannya.
Penerapan prilaku mulia :
Wujud dari meneladani sifat Allah Swt al-Mu’min adalah seperti berikut.
a. Menolong teman/orang lain yang sedang dalam bahaya atau ketakutan.
b. Menyingkirkan duri, paku, atau benda lain yang ada di jalan yang dapatmembahayakan pengguna jalan.
c. Membantu orang tua atau anak-anak yang akan menyeberangi jalam raya.

3. Al-Wakil
Kata “al-Wakil” mengandung arti Maha Mewakili atau Pemelihara. Al-Wakil (Yang Maha Mewakili atau Pemelihara), yaitu Allah Swt. yang memelihara dan mengurusi segala kebutuhan makhluk-Nya, baik itu dalam urusan dunia maupun urusan akhirat.
Menyerahkan segala urusan hanya kepada Allah Swt. Melahirkan sikap tawakkal. Hamba al-Wakil adalah yang bertawakkal kepada Allah Swt. Ketika hamba tersebut telah melihat “tangan” Allah Swt. dalam sebab-sebab dan alasan segala sesuatu, dia menyerahkan seluruh hidupnya di tangan al-Wakil.
Penerapan prilaku mulia :
Wujud dari meneladani sifat Allah Swt. al-Wakil dapat berupa hal-hal berikut.
a. Menjadi pribadi yang mandiri, melakukan pekerjaan tanpa harus merepotkan orang lain.
b. Bekerja/belajar dengan sunguh-sungguh karena Allah Swt. tidak akan mengubah nasib seseorang yang tidak mau berusaha. Senantiasa bertawakkal kepada Allah Swt.

4. Al-Matin
Al-Matin artinya Mahakukuh. Allah Swt. adalah Mahasempurna dalam kekuatan dan kekukuhan-Nya. Kekukuhan dalam prinsip sifat-sifat-Nya. Allah Swt. juga Mahakukuh dalam kekuatan-kekuatan-Nya.
Perwujudan meneladani dari sifat Allah Swt. al-Mat³n dapat berupa hal-hal berikut.
a. Tidak mudah terpengaruh oleh rayuan atau ajakan orang lain untuk melakukan perbuatan tercela.
b. Kuat dan sabar dalam menghadapi setiap ujian dan cobaan yang dihadapi.

5. Al-Jāmi’
Al-Jāmi’ secara bahasa artinya Yang Maha Mengumpulkan/Menghimpun, yaitu bahwa Allah Swt. Maha Mengumpulkan/Menghimpun segala sesuatu yang tersebar atau terserak. Allah Swt. Maha Mengumpulkan apa yang dikehendaki-Nya dan di mana pun Allah Swt. berkehendak.
Pewujudan meneladani sifat Allah Swt. al-Jāmi’ di antaranya seperti berikut.
a. Mempersatukan orang-orang yang sedang berselisih.
b. Rajin melaksanakan śalat bejama’ah.
c. Hidup bermasyarakat agar dapat memberikan manfaat kepada orang lain

6. Al-‘Adl
Al-‘Adl artinya Mahaadil. Keadilan Allah Swt. bersifat mutlak, tidak dipengaruhi oleh apa pun dan oleh siapa pun. Keadilan Allah Swt. juga didasari dengan ilmu Allah Swt. yang MahaLuas. Sehingga tidak mungkin keputusan- Nya itu salah.
Perwujudan meneladani sifat Allah Swt. al-‘Adl misalnya seperti berikut.
a. Tidak memihak atau membela orang yang bersalah, meskipun ia saudara atau teman kita.
b. Menjaga diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitar dari kezaliman.

7. Al-Ākhir
Al-Ākhir artinya Yang Mahaakhir yang tidak ada sesuatu pun setelah Allah Swt. Dia Mahakekal tatkala semua makhluk hancur, Mahakekal dengan kekekalan-Nya.
Orang yang mengesakan al-Ākhir akan menjadikan Allah Swt. sebagai satu-satunya tujuan hidup yang tiada tujuan hidup selain- Nya, tidak ada permintaan kepada selain-Nya, dan segala kesudahan  tertuju hanya kepada-Nya.
Meneladani sifat Allah Swt. al-Ākhir adalah dengan cara seperti berikut.
a. Selalu melaksanakan perintah Allah Swt. seperti: śalat lima waktu, patuh dan hormat kepada orang tua dan guru, puasa, dan kewajiban lainnya.
b. Meninggalkan dan menjauhi semua larangan Allah Swt. seperti: mencuri, minum-minuman keras, berjudi, pergaulan bebas, melawan orang tua, dan larangan lainnya


sumber:http://firmananhar.blogspot.com/2017/09/rangkuman-bab-i-pai-kelas-x-k13.html